ASPEK
HUKUM
PENATAAN
KELEMBAGAAN BADAN KERJASAMA ANTAR DESA
PASCA
BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG DESA
SPIRIT
DESA MEMBANGUN INDONESIA
Oleh : Arif Indra Setyadi
(Anggota TIM Perumus Penataan Kelembagaan BKAD
Kecamatan Kedungbanteng)
I.
Latar
Belakang
Penataan
Kelembagaan BKAD hendaknya dipahami
bukan sekedar “menunjukkan rangkaian perubahan Desa yang dihadirkan oleh
UU Desa”. Namun seperti pada sebuah diktum: “Peraturan bukan segala-galanya, tetapi
segala sesuatunya membutuhkan peraturan. Peraturan yang baik tidak serta merta
melahirkan kebaikan dalam waktu cepat, tetapi peraturan yang buruk dengan cepat
menghasilkan keburukan”.
Penataan
kelembagaan BKAD hendaknya dipahami sampai dengan asas atau dasar filosofi
berlakunya UU Desa, sehingga lahirnya UU Desa memberikan harapan, manfaat,
kepastian dan keadilan hukum sebagai proses kelahiran kembali (reinkarnasi)
Desa dan BKAD dalam perspektif kebaikan bagi masyarakat Desa.
Pelaksanaan
program pemberdayaan masyarakat miskin perdesaan, selalu bertumpu pada
pembiayaan yang bersumber dari utang luar negeri. Kenyataan ini tidak
memberikan ruang yang cukup bagi masyarakat miskin perdesaan menuju kemandirian
dalam kehidupan dan penghidupan di Desa. Sebaliknya pembiayaan yang bersumber
dari utang luar negeri justru akan menambah beban kehidupan dan penghidupan masyarakat
Desa.
Cara
pandang Desa sebagai masyarakat bukan sebagai kesatuan masyarakat hukum atau organisasi
pemerintahan, melahirkan konsep Desa sebagai lembaga-lembaga dan masyarakat
sebagai penerima manfaat program-program. Konsep inilah yang melahirkan Bantuan
Langsung Masyarakat (BLM) dari berbagai kementerian, yang diberikan bukan
kepada Desa melainkan kepada masyarakat.
Berbagai
BLM yang masuk ke desa membuat Desa menjadi pasar (outlet) proyek. Setiap proyek yang datang dari Pemerintah mempunyai
rezim sendiri yang tidak menyatu pada sistem pemerintahan, perencanaan dan
keuangan Desa. Proses ini seringkali membuat hasil perencanaan warga yang
tertuang dalam RPJM Desa menjadi terabaikan. Salah satu pintu masuk BLM ke
masyarakajat Desa adalah melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-
Mandiri Perdesaan (PNPM-MP).
Kejanggalan
pelaksanaan PNPM-MP adalah mekanisme aliran dana PNPM-MP yang tidak pernah
masuk dalam mekanisme APB Desa tetapi setiap Desa membuat perencanaan sampai laporan
yang menyantumkan dana PNPM sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan. Kondisi demikian berakibat pada tidak adanya
kewenangan Kepala Desa (Pemerintah Desa) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD),
untuk mengontrol penggunaan dana PNPM-MP di masyarakat Desa.
Kehadiran
PNPM-MP di masyarakat Desa lebih mencerminkan Money Driven Development (MDD). Uang merupakan bentuk komitmen
konkret pemerintah menolong masyarakat Desa, sekaligus sebagai sarana intervensi
dan mobilisasi terhadap masyarakat untuk aksi kolektif yang menyokong
kesejahteraan dengan membentuk Tim Pengelola Kegiatan (TPK) dan
kelompok-kelompok penerima manfaat program.
Model
pendekatan kelompok dalam pemberian bantuan mencerminkan sebuah imposisi
(dipaksakan) secara instan, sehingga pembentukan kelompok dilakukan bukan
berdasar pada emansipasi lokal, tetapi karena dituntut kepentingan untuk
memperoleh dana BLM.
Sepanjang
program dan uang masih berjalan, kelompok-kelompok itu akan tetap terpelihara.
Tetapi kalau program dan uang sudah berakhir, maka kelompok-kelompok itu akan
mati dengan sendirinya. Setiap program selalu meninggalkan dan menitipkan
kelompok Kepada Desa. Bagi Kepala Desa, hal itu adalah beban. Kepala Desa biasa
bertindak sebagai orang tua asuh atas kelompok-kelompok ad hoc bentukan pemerintah. Jika Desa mampu, maka kelompok itu akan
dirawat, tetapi kalau Desa tidak mampu maka kelompok itu dibiarkan mati dengan sendirinya.
Gagasan
atau wacana untuk melegalisasikan program pemberdayaan masyarakat dalam
penanggulangan kemiskinan, sebetulnya telah dimulai sejak 7 (tujuh) tahun yang
lalu yaitu sejak tahun 2007, melalui perumusan Rancangan Perundang-Undangan
tentang Desa. Para penggiat dan kelompok masyarakat yang peduli dengan
pembangunan masyarakat perdesaan, seperti : PARADE NUSANTARA, PPDI, APDESI, dan
didukung sepenuhnya oleh Satuan Kerja PNPM-MP, tidak lelah untuk memperjuangkan
RUU tentang Desa untuk menjadi Undang-Undang tentang Desa. Baru pada awal tahun
2014, RUU tentang Desa disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
sebagai Undang-Undang melalui Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa
yang mulai berlaku pada tanggal 15 Januari 2014.
Bertepatan
pada tahun yang sama yaitu pada tanggal 3 Nopember 2014 dan melalui Surat
Edaran Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Dalam
Negeri Republik Inonesia Nomor : 402/2128/PNPM-MP/11/2014 tanggal 3 Nopember
2014 perihal Penegasan Tugas dan kewajiban Fasilitator, dan tidak dimasukannya
pembiayaan PNPM-MP dalam APBN 2015, secara programatik PNPM–MP telah berakhir.
Berakhirnya PNPM-MP secara programatik bertepatan pula dengan berakhirnya masa
kekuasaan pemerintah pengagas PNPM–MP.
Berakhirnya
PNPM-MP kemudian berlanjut dengan proses evolusi ke dalam Undang-Undang Nomor 6
tahun 2014 tentang Desa. Proses dan perencanaan yang diatur dalam UU Desa
sebagian besar mengadopsi model perencanaan partisipatif yang dikembangkan oleh
PNPM Mandiri Perdesaan. Evolusi PNPM–MP dimaksud berubahnya pemberdayaan
masyarakat dalam penanggulangan kemisikinan dari sebatas PROGRAM menuju pada
kejelasan status hukum dalam PERUNDANG-UNDANGAN.
Pokok
permasalahan dalam evolusi PNPM–MP ke dalam UU tentang Desa yaitu status hukum yang
menjelaskan tentang status kepemilikan, keterwakilan, dan batas kewenangan serta
satuan kerja pembangunan Desa. Beberapa pokok
masalah itulah yang harus dicarikan pemecahannya dan terus dikembangkan dalam
rangka Penataan Kelembagaan Badan Kerjasama Antar Desa sebagai wadah lembaga
Kerjasama Antar Desa dalam kesatuan Wilayah Kecamatan Kedungbanteng.
Berlakunya
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 yang merupakan hasil evolusi PNPM-MP, harus
dipandang sebagai peluang atau kesempatan bagi Pemerintahan Desa menjadi salah
satu sumber pembiayaan Pembangunan Desa dan sebagai salah satu Pilar
Pembangunan Desa.
Mewujudkan
Desa Mandiri yang diamanatkan dalam Undang-Undang Tentang Desa, harus ditempuh
dengan upaya yang terus menerus untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa sebagai
Hak Otonomi Desa dalam pengelolaan sumber pembiayaan untuk Pembangunan Desa.
Peningkatan Pendapatan Asli Desa salah satunya dapat dilakukan dengan Penguatan
kelembagan Badan Kerjasam Desa (BKD) atau Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa)
sebagai badan yang melaksanakan hasil evolusi PNPM–MP dalam wadah Badan
Kerjasama Antar Desa (BKAD) di tingkat Kecamatan.
Penataan
kelembagaan BKAD, salah satunya adalah melestarikan dan mengembangkan aset
masyarakat berupa modal dana bergulir PPK/PNPM Mandiri Perdesaan. Pentingnya
melestarikan dan mengembangkan aset masyarakat berupa modal dana bergulir
karena saat ini terdapat aset dana bergulir Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM-MP
yang saat ini secara nasional nilainya mencapai kurang lebih Rp 10,450 trilyun
(sepuluh trilyun empat ratus lima puluh milyar rupiah). Pelaksanaan dana
bergulir ini masih tersebar di 5.300 (lima ribu tiga ratus) kecamatan, 401
(empat ratus satu) kabupaten, 1 (satu) kota, dan 33 (tiga puluh tiga) provinsi.[1]
Besarnya
aset Dana Bergulir UPK PNPM-MP, yang merupakan Dana Amanah Pemberdayaan
Masyarakat (DAPM), hendaknya dapat dilestarikan dan dikembangkan sebagai salah
satu pilar pembangunan Desa. DAPM UPK PNPM-MP sebagai instrumen pada proses
evolusi ke dalam UU Desa, dilakukan melalui transformasi UPK Dana Bergulir
PNPM-MP menuju pada Unit Usaha Bersama BUM Desa. Transformasi menuju Unit Usaha
Bersama BUM Desa merupakan perwujudan dari Kerjasama Antar Desa dalam wadah BKAD.
Transformasi
UPK Dana Bergulir PNPM-MP menuju Unit Usaha Bersama BUM Desa, harus diikuti lebih dahulu dengan
Transformasi BKAD versi Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM-MP menuju BKAD
versi UU Desa. Transformasi dalam wujud penataan kelembagaan BKAD ini,
bertujuan untuk mengevolusi dari Program menuju Perundang-Undangan, sehingga
menjamin kepastian hukum dan asas legalitas pengelolaan UPK Dana Bergulir
PNPM-MP.
II.
Pembahasan
Hasil
reseach/penelitian Lembaga Penelitian SMERU tentang Studi Kualitatif Dampak
PNPM – Perdesaan di Provinsi Jawa Timur, Sumatera Barat dan Sulawesi Tenggara
pada tahun 2013, salah satunya menyimpulkan bahwa secara umum, studi ini
menemukan bahwa PNPM-Perdesaan sudah dijalankan dengan baik. Tingkat
partisipasi, transparansi dan akuntabilitas berjalan dengan sangat baik dalam
pelaksanaan PNPM-Perdesaan.
Kesimpulan
lain menjelaskan bahwa dari segi kesesuaian kebutuhan utama masayarakat miskin
dengan proyek yang disetujui dalam PNPM-Perdesaan di daerah penelitian hampir
tidak ditemukan proyek PNPM-Perdesaan yang bersesuaian dengan kebutuhan warga
miskin. Hal ini memberi indikasi bahwa pemberdayaan warga masyarakat miskin
belum berjalan dengan baik dalam PNPM-Perdesaan.
Prinsipnya
sistem yang digunakan dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat desa
miskin melalui PNPM-MP sudah baik dengan membangkitkan kesadaran partisipatif
masyarakat, pelaksanaan program yang mengedepankan asas transparansi dan
akuntabilitas. Hanya saja dengan berakhirnya PNPM-MP menimbulkan
pertanyaan :
“Bagaimana
pasca berakhirnya PNPM-MP, terhadap pemberdayaan masyarakat miskin Desa melalui
kelompok-kelompok penerima manfaat dari program, dan bagaimana sistem yang
telah terbangunkan dan aset-aset yang telah berkembang di masyarakat tetap
dapat dilestarikan dan dikembangkan sebagai dana amanah masyarakat ?”
Sistem dan aset program pemberdayaan
masyarakat miskin Desa agar tetap lestari dan dapat dikembangkan dengan
melakukan penataan kelembagaan PNPM-MP yaitu dengan melakukan proses
penyesuaian kelembagaan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Desa.
Undang-undang
Desa, memberikan ruang untuk penataan kelembagaan PMPN-MP, melalui penerapan asas
subsidiaritas yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan
keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa. kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh
Desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena
perkembangan Desa dan prakasa masyarakat Desa.[2]
Pengalihan
kewenangan pemberdayaan masyarakat miskin perdesaan dari PNPM-MP menjadi
kewenangan lokal berskala desa yang dimiliki oleh Desa. Berdasarkan pada asas subsidiaritas, tahapan
dalam penataan kelembagaan PNPM-MP diawali dari pembentukan kelembagaan di
tingkat Desa. Tahap penataan kelembagaan PNPM-MP yang dimaksud adalah :
A. Tahap Pembentukan Kelembagaan di
Tingkat Desa
Penataan
kelembagaan PNPM-MP di tingkat Desa dengan membentuk 2 (dua) badan yang
mewadahi kegiatan PNPM-MP. Badan-Badan yang dimaksud adalah :
1. Badan Kerjasama Desa (BKD)
Badan
Kerjasama Desa dibentuk berdasarkan pada asas subsidiaritas atau berdasarkan
kewenangan lokal berskala desa dengan mempertimbangkan Petunjuk Teknis
Operasional PNPM-MP. Pembentukan Badan Kerjasama Desa secara tegas tidak
diatur. Pembentukan BKD ini dibentuk sebagai rangkaian yang tidak dapat
dilepaskan pada Kerjasama Antar Desa.
Pembentukan
Badan Kerjasama Desa (BKD) merupakan hak Desa yang diatur dalam Pasal 67 ayat 1
huruf (b) Undang-Undang Desa, yang mengatur
bahwa : Desa berhak menetapkan dan mengelola kelembagaan Desa. Pembentukan BKD
disamping sebagai hak yang dimiliki Desa, juga dalam rangka pelaksanaan
Kerjasama Antar Desa dalam satu wilayah Kecamatan, yang diatur dalam Pasal 92
ayat 1 Undang-Undang Desa.
Badan
Kerjasama Desa yang berperan sebagai badan pembentukan Badan Kerjasama Antar
Desa (BKAD), sesuai dengan ketentuan yang diatur pada Pasal 92 ayat 3
Undang-Undang Desa, yang mengatur bahwa : “Kerjasama Antar-Desa dilaksanakan
oleh Badan Kerjasama Antar-Desa yang
dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa”.
Badan
Kerjasama Desa (BKD) sebagai pelaksana Kerjasama Desa atau Kerjasama Antar Desa
dibidang kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan
masyarakat antar-Desa dan bidang keamanan dan ketertiban, sesuai ketentuan pada
Pasal 92 ayat 1 huruf (b) dan (c) Undang-Undang Desa.
Kerjasama
Desa atau Kerjasama Antar Desa dibidang ekonomi yaitu pengembangan usaha
bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing,
dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa), sesuai ketentuan pada
Pasal 92 ayat 1 huruf (a) Undang-Undang Desa.
a. Tahap pembentukan BKD
Pembentukan
BKD berdasarkan hasil kesepakatan dalam forum Musyawarah Desa, yang agendanya Pendirian
Badan Kerjasama Desa, pemilihan pengurus. Berdasarkan berita acara Musyawarah Desa,
selanjutnya hasil Musyawarah ditetapkan dalam Peraturan Desa.
BKD
berkedudukan sebagai lembaga yang akan menjalankan kerjasama desa dengan desa
lain dan kerjasama desa dengan pihak ke tiga dan berkedudukan sebagai badan
yang menjaga kelestarian sistem pengelolaan, perlindungan dan pelestarian pembangunan
partisipatif.
Kepengurusan
BKD ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Desa, dengan komposisi
keanggotaan sebagai berikut :
1) Anggota
yang berkedudukan sebagai Utusan Wakil Desa; dan
2) Anggota
biasa yang berkedudukan sebagai organ perencana dan pelaksanaan kerjasama desa
dengan desa lain atau pihak ketiga.
Anggota
BKD yang berkedudukan sebagai Utusan Wakil Desa ditetapkan berdasarkan Surat
Keputusan Kepala Desa. Tugas pokok anggota BKD sebagai Utusan Wakil Desa adalah
mewakili Pemerintah Desa dalam forum Musyawarah Antar Desa di wilayah satu
Kecamatan. Anggota Utusan Wakil Desa memiliki hak dipilih dan memilih dalam
forum Musyawarah Antar Desa di wilayah satu Kecamatan. Tugas yang dijelaskan sebelumnya,
termasuk mewakili Pemerintahan Desa dalam pembentukan dan pengelolaan di BKAD.
b. Tujuan Pendirian BKD
Badan
Kerjasama Desa (BKD) didirikan dengan tujuan :
1) mengelola,
melindungi dan melestarikan Aset Desa beserta hasil pembangunan partisipatif
berbasis pemberdayaan masyarakat;
2) menjalankan
kerjasama Desa dengan Desa lain dan kerjasama Desa Keniten dengan pihak ketiga;
3) untuk
meningkatkan kepentingan Desa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat; dan
4) sebagai
lembaga yang representatif mewakili masyarakat dalam pengambilan keputusan
pembangunan di tingkat Kecamatan .
c. Tugas dan Peran BKD
Badan
Kerjasama Desa (BKD), mempunyai tugas pokok :
1) Membantu Kepala Desa dalam merumuskan rencana
dan program kerjasama dengan desa lain dan/atau pihak ketiga;
2) Membatu secara langsung pengelolaan, monitoring
dan evaluasi pelaksanaan kerjasama Desa dengan Desa lain atau pihak ketiga
3) menjaga kelestarian sistem pengelolaan, perlindungan
dan pelestarian pembangunan partisipatif;
4) Memberikan laporan keterangan
pertanggungjawaban pelaksanaan Kerjasama Desa kepada masyarakat melalui Badan
Permusyawaratan Desa.
d. Keanggotaan BKD
Keanggotaan
Badan Kerjasama Desa (BKD), sebagai berikut :
1) masyarakat desa yang dipilih dalam Musyawarah Desa
berdasarkan ketentuan yang berlaku.
2) Anggot BKD berjumlah 7 atau 9 orang dari unsur
Pemerintah Desa, Anggota Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Kemasyarakatan
Desa dengan memperhatikan keadilan gender.
3) Unsur Pemerintah Desa dan anggota Badan
Permusyawaratan Desa masing-masing 1 (satu) orang.
4) Cara pemilihan anggota Badan Kerjasama Desa
Keniten diatur lebih lanjut dengan Peraturan Desa.
e. Susunan Kepengurusan BKD
Kepala
Desa berkedudukan sebagai Penanggungjawab BKD dalam menjalankan kegiatannya Kerjasama
Antar Desa atau dengan pihak ketiga. Susunan Pengurus BKD terdiri dari :
1) Ketua
2) Sekretaris
3) Bendahara
4) Anggota
2. Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa)
Satu-satu
kelembagaan Desa yang dapat menerima penyertaan modal dari Pemerintah Desa
melalui mekanisme APB Desa adalah Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). BUM Desa
merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang
dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
BUM
Desa disamping sebagai satu-satunya kelembagaan yang dapat menerima penyertaan
modal dari Pemerintah Desa, juga sebagai satu-satu lembaga yang menampung
seluruh kegiatan di bidang ekonomi atau pelayanan umum yang dikelola oleh Desa atau
kerjasama antar-Desa.
a. Dasar hukum BUM Desa
Keberadaan
BUM Desa sebagai Kelembagaan dalam sistem Pemerintahan Desa berdasarkan pada :
1) Pasal
87 s/d Pasal 90 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa;
2) Pasal
132 s/d 142 Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksana Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa;
3) Peraturan
Menteri Desa, Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi nomor 4 tahun 2015
tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan dan Pembubaran BUM Desa.
b. Tujuan pendirian BUM Desa
BUM
Desa sebagai satu-satu lembaga Desa yang menampung seluruh kegiatan di bidang
ekonomi, didirikan bertujuan untuk :
1) meningkatkan
perekonomian Desa;
2) mengoptimalkan
aset Desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat Desa;
3) meningkatkan
usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi Desa;
4) mengembangkan
rencana kerja sama usaha antar desa atau dengan pihak ketiga;
5) menciptakan
peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga;
6) membuka
lapangan kerja;
7) meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan
pemerataan ekonomi Desa; dan
8) meningkatkan
pendapatan masyarakat Desa dan PADes.
c. Pendirian BUM Desa
Pendirian
BUM Desa disepakati melalui Musyawarah Desa. Pokok bahasan yang dibicarakan
dalam Musyawarah Desa meliputi :
1) pendirian
BUM Desa sesuai dengan kondisi ekonomi dan sosial budaya masyarakat;
2) organisasi
pengelola BUM Desa;
3) modal
usaha BUM Desa; dan
4) Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa
Hasil kesepakatan Musyawarah Desa
menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk
menetapkan Peraturan Desa tentang Pendirian BUM Desa.
d. Bentuk Organisasi BUM Desa
BUM
Desa dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga Desa yang melakukan kegiatan
dibidang pengembangan ekonomi Desa, dengan mendirikan Unit-Unit Usaha yang berbadan Hukum. Unit usaha yang berbadan hukum
dapat berupa lembaga bisnis yang kepemilikan sahamnya berasal dari BUM Desa dan
masyarakat.
Bentuk
Badan Hukum unit usaha BUM Desa berupa Perseroan terbatas (PT), sebagai
persekutuan modal, dibentuk berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan
usaha dengan modal yang sebagian besar dimiliki oleh BUM Desa, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas.
Dalam
rangka melaksanakan Kerjasama Antar Desa di wilayah satu Kecamatan, BUM Desa
dapat membentuk Unit-Unit Usaha Bersama BUM Desa dalam wadah BKAD. Pembentukan Unit-Unit
usaha BUM Desa berdasarkan pada kesepakatan dalam forum Musyawarah Antar Desa
yang diwakili oleh Utusan Wakil Desa dari Badan Kerjasama Desa (BKD).
e. Organisasi pengelola BUM Desa
Organisasi
pengelola BUM Desa terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa, artinya
pengelolaan BUM Desa tidak melibatkan organ Pemerintahan Desa dan kekayaan BUM
Desa terpisah dengan kekayaan Desa.
Susunan
pengurus organisasi pengelola BUM Desa terdiri dari:
1) Penasihat
2) Pelaksana
Operasional
3) Dewan
Pengawas
Kedudukan “Penasihat” dijabat
oleh Kepala Desa secara ex-officio,
artinya tidak diperlukan penetapan atau pengangkatan secara otomatis dijabat
oleh Kepala Desa sebagai kepala Pemerintah Desa.
Pelaksana Operasional merupakan
organ BUM Desa yang bertugas mengurus dan mengelola BUM Desa sesuai dengan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Pelaksana operasional BUM Desa
diatur berdasarkan Pasal 13 Peraturan
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4 tahun 2015
dan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah tangga yang dapat terdiri dari :
1) Direktur
Utama atau penyebutan lain General Manajer
2) Direktur
Operasional atau penyebytan lain Manajer Operasional
3) Direktur
Keuangan atau penyebutan lain Manajer Keuangan.
4) Kepala
Divisi Bidang Pengelolaan Unit Usaha
5) Kepala
Divisi Bidang Kerjasama BUM Desa Antar-Desa
6) Kepala
DIvisi Bidang Pengelolaan dan Pemantauan Unit-Unit Usaha Bersama BUM Desa.
Organ BUM Desa berupa Dewan
Pengawas sebagai organ yang bertugas pokok mewakili masyarakat Desa untuk
melakukan monitoring, evaluasi dan pemantauan tentang jalannya BUM Desa.
f. Modal BUM Desa
Permodalan
BUM Desa berupa penyertaan modal yang berupa pemisahan kekayaan Desa dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau sumber lain untuk dijadikan sebagai
modal BUM Desa dan dikelola secara korporasi. Penyertaan modal BUM Desa harus
melalui mekanisme APB Desa.
Modal
BUM Desa berdasarkan Pasal 17 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4 tahun 2015 terdiri dari :
1)
Penyertaan
Modal Desa
Penyertaan
modal Desa terdiri atas:
a) hibah
dari pihak swasta, lembaga sosial ekonomi kemasyarakatan, dan/atau Dana
Bergulir PNPM-MP serta lembaga donor yang disalurkan melalui mekanisme APB
Desa;
b) bantuan
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
yang disalurkan melalui mekanisme APB Desa;
c) kerjasama
usaha dari pihak swasta, lembaga sosial ekonomi kemasyarakatan dan/atau Dana
Bergulir PNPM-MP serta lembaga donor yang dipastikan sebagai kekayaan kolektif
Desa dan disalurkan melalui mekanisme APB Desa;
d) aset
Desa yang diserahkan kepada APB Desa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan tentang Aset Desa.
2)
Penyertaan
Modal Masyarakat
Penyertaan
Modal Masyarakat Desa yang berasal dari tabungan masyarakat dan atau simpanan masyarakat.
g. Strategi Pengelolaan BUM Desa
Strategi pengelolaan
BUM Desa bersifat bertahap dengan mempertimbangkan perkembangan dari inovasi
yang dilakukan oleh BUM Desa, meliputi:
1) Penyertaan
modal pemerintah desa melalui APB Desa dengan memanfaatkan Dana Desa yang
bersumber dari APBN
2) Penyertaan
modal pemerintah desa melalui APB Desa dengan memanfaatkan hibah Dana Bergulir
Eks. PNPM – MP Kecamatan;
3) Pengembangan
kerjasama kemitraan strategis melalui kerjasama antar desa dalam wadah BKAD,
penyertaan modal BUM Desa dan/atau Unit Usaha BUM Desa dengan BKAD dalam Unit
Usaha Bersama BUM Desa, kerjasama dengan pihak swasta, organisasi
sosial-ekonomi kemasyarakatan, dan/atau lembaga donor
4) Pemanfaatan
dan pengembangan potensi Desa di wilayah Kecamatan dengan pola kerjasama antar
Desa melalui usaha bersama dengan cara penyertaan modal bersama Dana Desa yang
bersumber dari APBN;
5) Melakukan
diversifikasi usaha BUM Desa melalui Badan Kerjasama BUM Desa Antar-Desa di
wilayah Kecamatan dengan membentuk Badan Hukum Unit Usaha Bersama BUM Desa,
yang melakukan usaha dan/atau bisnis keuangan (financial business) melalui pembentukan Lembaga Keuangan Mikro dan
usaha bersama (holding).
6) Melakukan
langkah-langkah strategis dalam pengelolaan BUM Desa secara profesional dan
berkelanjutan
h. Prinsip Pengelolaan Keuangan BUM
Desa
Prinsip
pengelolaan keuangan BUM Desa didasarkan pada :
a. Satu-satunya
Kelembagaan milik Desa yang dapat menerima penyertaan Modal dari Pemerintahan
Desa melalui mekanisme Musyawarah Desa dan APB Desa;
b. Hasil
Usaha BUM Desa di gunakan pembangunan Desa, pemberdayaan masyarakat Desa, dan
pemberian bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan
kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam APB Desa.;
c. Status
hubungan kelembagaan antara BUM Desa adalah sebagai pendiri Unit Usaha BUM Desa
yang permodalannya bersumber dari penyertaan modal Desa dan masyarakat Desa;
Berdasarkan
dasar pertimbangan yang diatur, maka prinsip pengelolaan keuangan BUM Desa dan
Unit-Unit Usaha BUM Desa, merupakan
tugas, kewenangan dan tanggungjawab BUM Desa;
i. Tata Kelola Keuangan BUM Desa
Dalam
tata kelola keuangan BUM Desa, berperan sebagai kordinator terhadap pengelolaan
keuangan pada usaha yang dilakukan oleh Unit-Unit Usaha BUM Desa.
Peran
BUM Desa sebagai kordinator pengelolaan keuangan dilakukan dengan memberikan
hak otonomi dan kewenangan kepada Unit-Unit Usaha BUM Desa, sesuai dengan
Rencana Anggaran dan Belanja BUM Desa yang
sebelumnya telah dimusyawarahkan bersama dan telah mendapat persetujuan
dalam forum Musyawarah Desa;
Rencana
Anggaran dan Belanja BUM Desa selanjutnya diatur dalam Peraturan BUM Desa dan
digunakan sebagai dasar hukum pemberian hak otonomi dan kewenangan Unit-Unit
Usaha BUM Desa untuk melaksanakan pengelolaan keuangan;
Tata
Kelola keuangan BUM desa diatur lebih lanjut dalam Peraturan BUM Desa berupa
standar operasional prosedur tentang Tata Kelola Keuangan
j. Tata Kelola Keuangan Kerjasama
BUM Desa Antar Desa
Pengelolaan
keuangan dalam kerjasama BUM Desa Antar Desa dalam satu wilyah Kecamatan,
diserahkan sepenuhnya kepada Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) yang dituangkan
dalam Peraturan Bersama Kepala Desa tentang Kerjasama Antar Desa dan disepakati
dalam Musyawarah Antar Desa di Kecamatan.
Pengelolaan
keuangan dalam kerjasama BUM Desa Antar Desa dalam satu wilyah Kecamatan
melalui penyertaan modal oleh BUM Desa. Penyertaan modal BUM Desa dalam Unit
Usaha Bersama BUM Desa yang dikelolala oleh BKAD diusulkan oleh Direktur Utama
BUM Desa yang sebelumnya telah diadakan rapat kerja dan/atau rapat kordinasi
dengan Pengurus BUM Desa.
Penyertaan
modal BUM Desa dalam Unit Usaha Bersama BUM Desa, harus melalui kesepakatan
dalam Musyawarah Desa dengan agenda khusus penyertaan modal BUM Desa kepada
Unit Usaha Bersama BUM Desa dalam satu
wilayah Kecamatan.
Modal
BUM Desa dalam Unit Usaha Bersama BUM Desa di satu wilayah Kecamatan
Kedungbanteng dapat bersumber dari Penyertaan Modal Desa, Masyarakat Desa, Dana
Perguliran Unit Pengelolaan Kegiatan Eks. PNPM – MP melalui hibah, Hibah Pihak
Ketiga yang tidak mengikat, Bantuan Pemerintah, Pemerintah Daerah, yang lebih
dahului masuk dalam pencatatan keuangan BUM Desa.
k. Status Hukum BUM DESA
BUM
Desa sebagai satu-satunya wadah Kelembagaan milik Desa yang dapat menerima
penyertaan Modal dari Pemerintahan Desa melalui mekanisme Musyawarah Desa dan
APB Desa yang dimaksudkan sebagai upaya menampung seluruh kegiatan di bidang
ekonomi atau pelayanan umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama
antar-Desa harus memiliki status hukum yang memenuhi asas legalitas, asas kepastian
hukum.
BUM
Desa untuk memiliki status hukum maka Anggaran Dasar BUM Desa harus
dilegalisasi oleh Notaris dan didaftarkan pada Kantor Kepaniteraan Pengadilan
Negeri Purwokerto. Bentuk BUM Desa adalah Perusahaan Desa atau diseingkat
(PERUSDES).
BUM
Desa dapat mendirikan Unit-Unit Usaha BUM Desa dan/atau melakukan kerjasama BUM
Desa Antar Desa melalui wadah Badan Kerjasama Antar Desa dengan membentuk
Unit-Unit Usaha Bersama BUM Desa di satu wilayah Kecamatan dan dapat berbentuk
Badan Hukum atau Bukan Badan Hukum.
Penentuan
status Hukum BUM Desa dan Unit-Unit Usaha BUM Desa dan Unit-Unit Usaha Bersama
BUM Desa yang berbadan hukum dan/atau bukan berbadan hukum harus tidak merubah
atau mengesampingan asas dan prinsip BUM Desa yang diatur dalam Perundang-undangan.
l. Alokasi Hasil Usaha BUM Desa
Hasil
usaha BUM Desa merupakan pendapatan yang diperoleh dari hasil transaksi
dikurangi dengan pengeluaran biaya dan kewajiban pada pihak lain, serta
penyusutan atas barang-barang inventaris dalam 1 (satu) tahun buku. Hasil
usaha, menjadi Pendapatan Asli Desa dan tercantum dalam dokumen keuangan APB
Desa.-
Pembagian
hasil dari usaha BUM Desa ditetapkan dalam ketentuan yang diatur dalam Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa, dan/atau Unit Usaha BUM Desa yang
berbadan hukum dan/atau kesepakatan dalam Kerjasama BUM Desa Antar-Desa
dan/atau Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Unit-Unit Usaha Bersama BUM
Desa Antar-Desa. Alokasi pembagian hasil usaha dapat dikelola melalui sistem
Standar Akuntansi Indonesia.
B. Tahap Penataan Kelembagaan di
Wilayah Satu Kecamatan
Hal
yang paling pokok dalam penataan kelembagaan BKAD adalah belum adanya jaminan
kepastian hukum sejak dinyatakan berakhir PNPM-MP secara programatik. Kesadaran
dari para pemangku BKAD sangat dibutuhkan agar berjalannya penataan kelembagaan
BKAD sesuai dengan harapan masyarakat. Penataan kelembagaan BKAD tidak
semata-mata untuk melindungi kepentingan para pengampu atau pihak-pihak yang
dari awal terlibat secara aktif dalam PNPM-MP, tetapi lebih pada pelestarian
dan pengembangan aset PNPM-MP, khususnya Dana Bergulir yang merupakan Dana Amanah
Pemberdayaan Masyarakat.
Dibutuhkan
itikad yang baik dari semua pihak yang terlibat secara langsung dalam
pengelolaan PNPM-MP untuk melepaskan kepentingan pribadi dan/atau kelompok
dalam menata kembali Dana Masyarakat.
Seperti dinyatakan dalam Pedoman Penataan dan Perlindungan Kegiatan
Permodalan PNPM-MP, Ditjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa,
tanggal 27 Maret 2015, Bab V tentang Kepemilikan Aset Permodalan Masyarakat /
Dana Bergulir, Huruf (A) tentang Ketentuan Umum menyatakan bahwa :
Pada prinsipnya seluruh aset dana
bergulir hasil PMPN-MPd adalah milik masyarakat desa dalam satu wilyah
kecamatan, yang selanjutnya perlu diatur tata kelola kepemilkan dalam rangka
tertib administrasi dan pertanggung-jawaban;
Ketentuan dalam
Pedoman Penataan dan Perlindungan Permodalan PNPM-MP, harus dipahami sebagai
amanah dana masyarakat dalam satu wilayah Kecamatan. Undang-undang tentang
Desa, memberikan ruang untuk penataan aset dana bergulir hasil PMPN-MP, melalui
ketentuan yang diatur dalam Pasal 92 ayat 3 UU Desa, yang memberikan ruang
kepada Desa untuk melakukan Kerjasama Antar Desa yang dilaksanakan oleh Badan
Kerjasama Antar Desa (BKAD) yang tertuang dalam Peraturan Bersama Kepala Desa.
Permasalahan
timbul dari pengaturan Pasal 92 ayat (3) UU Desa yaitu:
1. Status
hukum BKAD apakah berbadan hukum atau bukan berbadan hukum ?
2. Siapakah
pihak yang mendirikan pertama kali BKAD sebagai Badan yang harus memiliki
organisasi kerja ?
Pasal
144 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Thun 2014 tentang Peraturan
Pelaksana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, mengatur bahwa Badan Kerjasama
Antar Desa terdiri atas pemerintah Desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa, lembaga
kemasyarakatan Desa, lembaga Desa lainnya dan tokoh masyarakat .Ketentuan
tersebut tidak memberikan pejelasan lebih lanjut tentang unsur-unsur yang
dimaksud dalam Pasal 144 ayat (1) di atas.
Penjelasan
lebih lanjut yang diatur dalam Pasal 144 ayat (2) sebatas mengatur tentang susunan
organisasi, tata kerja, dan pembentukan Badan Kerja Sama sebagaimana dimaksud
pada (1) ditetapkan dengan Peraturan Bersama
Kepala Desa.
Berdasarkan
ketentuan yang diatur pada Pasal 144 ayat (1) dan (2) di atas, maksud dari
pembuat peraturan memberikan kebebasan kepada otoritas yang berkepentingan
terhadap pembentukan Badan Kerjasama Antar Desa khususnya kepada Kepala Desa
melalui Peraturan Bersama Kepala Desa untuk merencanakan formulasi Kerjasama
Antar Desa.
Kebebasan
untuk merencanakan formulasi atau penataan kelembagaan BKAD berdasarkan asas subsidiaritas yaitu kewenangan
lokal berskala Desa dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan
masyarakat Desa.
Berdasarkan
pada asas subsidiaritas yaitu pengambilan keputusan secara lokal untuk
kepentingan masyarakat Desa. Penataan Kelembagaan BKAD di Kecamatan
Kedungbanteng merencanakan formula pembentukan BKAD dengan membentuk
kelembagaan ditingkat Desa yang disebut
“Badan Kerjasama Desa”. Pembentukan Badan Kerjasama Desa ditingkat
Desa ini dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian hukum dan asas legalistas
pada proses pembentukan BKAD di tingkat Kecamatan.
Unsur-unsur
yang dimaksudkan pada Pasal 144 ayat (1) PP nomor 43 tahun 2014 terakomodasi
pada Lembaga Badan Kerjasama Desa (BKD) di tingkat Desa. BKD ini dibentuk
tertuang dalam Peraturan Desa (PERDES)
tentang Pendirian BKD, berdasarkan hasil kesepakatan dalam forum Musyawarah
Desa. Kemudian diikuti dengan Penerbitan Surat Keputusan Kepala Desa tentang
Pengangkatan sebagai Anggota BKD.
ALUR PEMBENTUKAN BKAD DI KEC. KEDUNGBANTENG
Sebelum
dilaksanakannya Musyawarah Antar Desa (MAD), lebih dahulu diterbitkannya
Peraturan Bersama Kepala Desa (PERMAKADES) yang merupakan hasil kerja dari TIM
Perumus Penataan Kelembagaan BKAD. Tugas Tim Perumus Penataan Kelembagaan BKAD
adalah membuat Rancangan PERDES BKD, Rancangan PERMAKADES BKAD, Rancangan
Anggaran Dasar dan Rumah Tangga BKAD dan Standar Operasional Prosedur BKAD,
yang dibentuk oleh Eks. PJOK Kecamatan dan BKAD versi PNPM dengan bimbingan
dari BAPERMAS Pemerintah Kabupaten.
Formulasi
perancangan pembentukan BKAD versi UU Desa ini, memfokuskan pada pola
pendelegasian kewenanga Desa dari Kepala Desa sebagai Kepala Pemerintah Desa
kepada Badan Kerjasama Desa (BKD), melalui kesepakan dalam Musayawarah Desa.
Pendelegasian Kepala Desa kepada Lembaga BKD lebih menjamin kepastian hukum dan
asas legalistas, karena dimungkinkan melalui ketentuan yang diatur pada Pasal 7
dan Pasal 8 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Nomor 1 tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal
Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.
Pembentukan
BKD kemudian diikuti dengan penerbitan Surat Keputusan Kepala Desa tentang
penetapan dan/atau pengangkatan 5 (lima) anggota BKD sebagai Utusan
Wakil Desa yang bertugas mewakili Pemerintahan Desa dalam Badan
Kerjasama Antar Desa (BKAD). Perwakilan dari Utusan Wakil Desa
menjalankan tugas mewakili Pemerintahan Desa dalam Forum Musyawarah Antar Desa
(MAD) untuk pengambilan keputusan yang bersifat strategis, termasuk dalam
pembentukan/pendirian BKAD.
Formulasi
perancangan pembentukan BKAD versi UU Desa ini, lebih mempermudah dalam
menjamin kepastian hukum tentang status hukum BKAD, apakah akan berbadan hukum
atau bukan berbadan hukum. Kepastian hukum ini diperoleh dengan sistem
keterwakilan Desa sehingga ada kepastian pihak yang mendirikan BKAD yaitu BKD
di wilayah Kecamatan Kedungbanteng.
Formulasi
perancangan penataan kelembagaan BKAD di Kecamatan Kedungbanteng, diarahkan
kepada Pembentukan BKAD berbadan hukum.
Bahan pertimbangan pembentukan BKAD berbadan hukum sebagai berikut :
1. BKAD
sebagai pendukung hak dan kewajiban hukum dalam melakukan perbuatan hukum,
karena BKAD sebagai subjek hukum (recht
persoon);
2. Adanya
jaminan kepastian hukum untuk Pengelola BKAD dalam melakukan perbuatan hukum
berkaitan dengan pengelolaan BKAD
3. Peraturan
yang dibuat dalam rangka pengelolaan BKAD, Unit Kerja BKAD dan pengelolaan
Unit-Unit Usaha Bersama BUM Desa, memiliki kekuatan mengikat dan daya paksa
sebagai Produk Hukum.
4. BKAD
sebagai Badan Hukum maka perbuatan hukum yang dilakukan tidak dilakukan secara
bersama-sama dari seluruh Desa secara otomatis bertindak untuk dan atas nama
mewakili Desa.
5. Tanggung
jawab pengelola tidak sampai pada harta pribadi, kecuali karena perbuatan
melawan hukum dari pengelola.
6. Dapat
sebagai pemegang saham pada Unit-Unit Usaha Bersama BUM Desa yang berbentuk
Perseroan Terbatas.
7. Menghidari
dari kepemilikan perorangan sehing menutup kemungkinan peralihan karena Waris.
Bentuk
badan Hukum BKAD kecamatan Kedungbanteng yang sesuai adalah Perkumpulan
Berbadan Hukum. Perkumpulan berbadan hukum berdasarkan pada Staatblad
1870 Nomor 64 juncto Pasal 1653
sampai dengan Pasal 1665 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juncto Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 6 tahun 2014 tentang Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan diakui
sebagai Badan Hukum.
Selaku
pendiri Perkumpulan Berbadan Hukum BKAD adalah BKD di wilayah Kecamatan
kedungbanteng, sehingga menutup kemungkinan peralihan kepemilikan BKAD pada
kepemilikan secara perorangan dengan demikian menutup kemungkinan peralihan
karena waris.
BKAD
sebagai badan hukum dalam bentuk Perkumpulan Berbadan Hukum, membuka
kemungkinan sebagai pihak yang memiliki saham pada Unit-Unit Usaha Bersama BUM
Desa yang berbentuk Perseroan Terbatas.
1. BKAD sebagai satu-satunya wadah
Kerjasama Antar Desa
Ketentuan
Pasal 92 ayat (1) UU Desa mengatur bahwa :
Kerja
sama antar-Desa meliputi:
a. pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh
Desa untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing;
b. kegiatan kemasyarakatan, pelayanan,
pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat antar-Desa; dan/atau
c. bidang keamanan dan ketertiban.
Berdasarkan
ketentuan Pasal di atas bahwa objek kerjasama Antar Desa adalah meliputi
Pengembangan Usaha Bersama, Kegiatan Kemasyarakatan dan Ketertiban dan
keamanan, yang telah mencakup aspek ekonomi, sosial dan budaya masyarakat.
Kemudian lebih kanjut diatur pada Pasal 92 ayat (3) UU Desa mengatur bahwa : Kerja
sama antar-Desa dilaksanakan oleh badan kerja sama antar-Desa yang dibentuk
melalui Peraturan Bersama Kepala Desa.
Pengaturan
pada Pasal 92 ayat (3) UU Desa di atas lebih jelas menegaskan bahwa Kerjasama
Antar Desa yang meliputi semua kegiatan yang diatur pada Pasal 92 ayat (1) UU
Desa dilaksanakan dalam wadah Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD).
Kerjasama
Antar Desa yang menjadi objek pengelolaan BKAD berdasarkan ketentuan yang
diatur dalam UU Desa meliputi 3 (tiga) bidang
pokok yaitu :
a. Kerjasama
Antar Desa di bidang ekonomi
b. Kerjasama
Antar Desa di bidang sosial kemasyarakatan
c. Kerjasama
Antar Desa di bidang keamanan dan ketertiban.
Bidang-bidang
pokok yang menjadi objek pengelolaan BKAD hendaknya masuk sebagai pokok
pengaturan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa (PERMAKADES) tentang BKAD.
a. Kerjasama Antar Desa di Bidang
Ekonomi
Berdasarkan
ketentuan dalam UU Desa kerjasama di bidang ekonomi melalui badan usaha yang
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola
aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat Desa dalam bentuk Badan Usaha Milik Desa, demikian yang diatur pada
Pasal 1 angka 6 UU Desa.
Kegiatan di
bidang ekonomi di tingkat Desa dapat dengan mendirikan BUM Desa. Pendirian BUM
Desa dimaksudkan sebagai upaya menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi
dan/atau pelayanan umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama antar-Desa,
demikian yang diatur pada Pasal 2 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4 tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan
dan Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.
BUM Desa
didirikan berdasarkan hasil kesepakatan dalam forum Musyawarah Desa yang
dituangkan ke dalam Peraturan Desa tentang Pendirian BUM Desa. Organisasi
pengelola BUM Desa terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa.
Penegasan BKAD
sebagai wadah Kerjasama BUM Desa Antar Desa, berdasarkan pada ketentuan yang
diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4 tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan
dan Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa, yang mengatur bahwa : Dalam
rangka kerja sama antar-Desa dan pelayanan usaha antar-Desa dapat dibentuk BUM
Desa bersama yang merupakan milik 2 (dua) Desa atau lebih. Sedangkan Kerjasama
Antar Desa berdasarkan ketentuan pada Pasal 92 ayat (3) UU Desa dilaksanakan
oleh Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD), dengan demikian kerjasama BUM Desa
Antar-Desa dilaksanakan dalam wadah BKAD.
PERMAKADES
tentang BKAD berdasarkan uraian di atas hendaknya mengatur tentang tata cara
Pembentukan dan Pengelolaan BUM Desa bersama yang merupakan hasil dari
kesepakatan Kerjasama BUM Desa Antar Desa pada forum Musyawarah Antar Desa.
BUM Desa
Bersama yang merupakan hasil dari kesepakatan Kerjasama BUM Desa Antar Desa
pada forum Musyawarah Antar Desa, Pengelolaan berada dibawah kendali Organisasi
Kerja BKAD. Pengelolaan BUM Desa Bersama oleh BKAD dilakukan dengan membentuk
Unit-Unit Usaha Bersama BUM Desa.
Unit-Unit
Usaha Bersama BUM Desa ini dapat berbadan hukum atau bukan berbadan hukum.
Pengaturan mengenai BUM Desa Bersama dan Unit-Unit Usaha Bersama BUM Desa
diatur dalam Peraturan Desa tentang BUM Desa dan diatur pula dalam PERMAKADES
tentang BKAD.
ALUR PEMBENTUKAN BUM DESA BERSAMA & UNIT-UNIT
USAHA BERSAMA BUM DESA DALAM WADAH BKAD
a. Kerjasama Antar Desa di bidang
sosial kemasyarakatan
Kerjasama
Antar Desa di bidang ini berdasarkan ketentuan yang diatur pada Pasal 92 ayat 1
huruf (b) meliputi : kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan
masyarakat Antar Desa. Kerjasama Antar Desa di bidang sosial kemasyarakatan
ini, dilakukan oleh Badan Kerjasama Desa (BKD) sebagai Utusan Wakil Desa
berdasarkan kesepakatan pada forum Musyawarah Antar Desa.
Kegiatan
Kerjasama Antar Desa dibidang sosial kemasyarakat tidak bertujuan utama untuk
memperoleh keuntungan ekonomi secara langsung bagi BKAD sebagai pengelola,
tetapi lebih difokuskan untuk kegiatan yang bersifat kemasyarakatan dan
pemberdayaan masyarakat. Kegiatan kemasyarakat dalam wadah Badan Kerjasama
Antar Desa ditujukan untuk pelaksanaan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah
yang dapat dilaksanakan melalui skema kerja sama antar-Desa, sebagaimana diatur
pada Pasal 92 ayat 4 huruf (b) UU Desa.
Kedudukan BKAD
dalam pelaksanaan kegiatan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah pada skema
kerjasama antar Desa, sebagai kordinator pelaksana. Pelaksanaan kegiatan ini
dilaksanakan melalui unit-unit kerja BKAD sesuai dengan
bidang pengelolaannya.
ALUR PEMBENTUKAN UNIT-UNIT KERJA BKAD
Kegiatan
unit kerja BKAD difokuskan pada kegiatan yang berorientasi sosial bukan usaha
yang berorientasi keuntungan secara ekonomi. Kegiatan sosial kemasyarakat yang
dimaksud adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui kelompok-kelompok
Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD). Kegiatan yang menggerakan pembangunan
partisipatif masyarakat dengan menggali potensi Desa dibidang Pertania,
Peternakan, Perikanan dan Perkebunan.
Menggerakan
partisipatif masyaraka tdengan menumbuhkan kesadaran untuk ikut serta secara
aktif pada program Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota, dibidang Pendidikan, Keagamaan, dan Budaya dengan pendekatan
yang bersifat kearifan lokal Desa serta program peningkatan ketrampilan dan
keahlian dengan pendirian Pusat Balai Latihan Usaha (PBLU) di tingkat Desa.
a. Kerjasama Antar Desa di bidang Keamanan
dan Ketertiban
Kerjasama
Antar Desa dalam wadah BKAD di bidang keamanan dan ketertiban dilakukan sebagai
langkah preventif (pencegahan) dan langkah represif sehingga tercipta tatanan
kehidupan yang damai, tenang dan tentram di wilayah Kecamatan.
Kegiatan ini
juga bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan yang mungkin terjadi terhadap
ancaman bencana alam. Pembentukan Kerjasama di bidang keamanan dan ketertiban
dilakukan sebagai langkah persiapan menghadapi bencana alam dan wabah penyakit
sehingga tercipta korodinasi yang menyeluruh dan cepat tanggap dalam satu
wilayah Kecamatan.
Pelaksanaan
kerjasama dibidang keamanan dan ketertiban ini, dilakukan dengan membentuk
unit-unit kerja dibawah pengelolaan BKAD. Alur pembentukan unit-unit kerja BKAD
ini sama dengan alur pembentukan Unit-Unit Kerja BKAD di bidang sosial
kemasyarakatan.
Berdasarkan uraian tentang
penataan kelembagaan BKAD versi PNPM-MP yang berevolusi ke dalam UU Desa
mengarahkan kelembagaan BKAD sebagai satu-satunya wadah kerjasama antar Desa,
yang meliputi 2 (dua) bentuk kegiatan pokok. Bidang-bidang kerjasama antar Desa
ditata dalam 2 (dua) wadah kerjasama yang meliputi : UNIT USAHA BERSAMA BUM
DESA dan UNIT KERJA BKAD.
2.
Transformasi
UPK Dana Bergulir PNPM-MP menuju BUM Desa
Transformasi
identik dengan perubahan, karena sejatinya transformasi adalah sebuah bentuk
perpindahan menuju sistem yang dianggap lebih baik dan mendukung. Perubahan ini
dilandasi oleh situasi dan kondisi yang menuntut sebuah sistem untuk berubah.
UPK Dana Bergulir PNPM-MP yang telah dinyatakan berakhir secara programatik,
harus mampu berubah atau hijrah dari sebuah program menuju pada sistem
perundang-undangan.
Transformasi
UPK Dana Bergulir PNPM-MP bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dan asas
legalitas tentang status hukum (payung hukum) dalam rangka melestarikan dan
mengembangkan aset Dana Bergulir PNPM-MP. UPK Dana Bergulir PNPM-MP yang pada
awalan merupakan proyek atau program yang inisiasi dan digerakan oleh
Pemerintah (Goverment driven development)
menuju pada kemandirian untuk melestarikan dan mengembangan Dana Bergulir
tersebut menjadi milik masayarakat atau Desa melalui wadah BKAD.
Transformasi
UPK Dana Bergulir PNPM-MP diarahkan kepada terciptanya konsep Tradisi
Berdesa sebagai konsep hidup bermasyarakat dan bernegara di ranah Desa.
Gagasan tradisi berdesa sebagai salah satu gagasan fundamental yang mengiringi
pendirian BUM Desa. Inti gagasan dari Tradisi Berdesa dalam pendirian BUM Desa adalah:
a. BUM
Desa membutuhkan modal sosial (kerja sama, solidaritas, kepercayaan, dan
sejenisnya) untuk pengembangan usaha yang menjangkau jejaring sosial yang lebih
inklusif dan lebih luas.
b. BUM
Desa berkembang dalam politik inklusif melalui praksis Musyawarah Desa sebagai
forum tertinggi untuk pengembangan usaha ekonomi Desa yang digerakkan oleh BUM
Desa.
c. BUM
Desa merupakan salah satu bentuk usaha ekonomi Desa yang bersifat kolektif antara
pemerintah Desa dan masyarakat Desa. Usaha ekonomi Desa kolektif yang dilakukan
oleh
d.
BUM Desa mengandung unsur bisnis
sosial dan bisnis ekonomi.
e. BUM
Desa merupakan badan usaha yang dimandatkan oleh UU Desa sebagai upaya
menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang
dikelola oleh Desa atau kerja sama antar-Desa.
f. BUM
Desa melakukan transformasi terhadap program yang diinisiasi oleh pemerintah (government driven; proyek pemerintah)
menjadi “milik Desa”.
Berdasarkan pada uraian tentang
Penataan Kelembagaan BKAD di atas, Transformasi yang tepat untuk UPK Dana
Bergulir PNPM-MP adalah Kerjasama BUM Desa Antar Desa dengan membentuk BUM Desa
Bersama dalam wadah BKAD. UPK Dana Bergulir diletakan sebagai salah satu Unit
Usaha Bersama BUM Desa dibawah BUM Desa Bersama.
SKEMA
TRANSFORMASI UPK DANA BERGULIR PNPM-MP
MENUJU UNIT USAHA BERSAMA BUM DESA
Dasar pertimbangan transformasi UPK Dana Bergulir
PNPM-MP menuju kepada Unit Usaha Bersama BUM Desa dalam wadah BKAD, sebagai
berikut :
a. Berlakunya
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro juncto Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 12/POJK-5/2014 tentang Tata Cara Pendirian Lembaga Keuangan Mikro.
b. Berlakunya
Pasal 58 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan juncto Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998
tentang Perubahan undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
c. Tahap
transformasi UPK Dana Bergulir PNPM-MP menuju Unit Usaha Bersama BUM Desa dalam
wadah BKAD.
Dengan berlakunya UU LKM maka
setiap aktivitas lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa
pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau
pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan,
maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata
mencari keuntungan harus tunduk pada Undang-Undang yang mengatur tentang LKM.
Lembaga yang melakukan aktivitas memberikan
jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau
pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, wajib
memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan paling lama 1 (satu) tahun
terhitung sejak Undang-Undang ini berlaku, demikian yang diatur pada Pasal 39
ayat 2 UU LKM juncto Pasal 29 dan
Pasal 30 POJK Nomor 12/POJK-5/2015.
Berdasarkan ketentuan pada Pasal
5 UU LKM juncto Pasal 2 POJK Nomor
12/POJK-5/2014, mengatur bahwa Bentuk badan hukum LKM adalah Perseroan Terbatas
atau Koperasi. Apabila berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas maka sahamnya
paling sedikit 60% (enam puluh persen) dimiliki oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota atau badan usaha milik desa/kelurahan, sisanya dapat dimiliki
oleh warga negara Indonesia dan/atau koperasi.
Selain pertimbangan yuridis di
atas transformasi UPK Dana Bergulir PNPM-MP menuju Unit Usaha Bersama BUM Desa,
juga mempertimbangan ketentuan dalam Pedoman Penataan dan Perlindungan Kegiatan
Permodalan PNPM-MP, Ditjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa,
tanggal 27 Maret 2015 mengatur bahwa :
1. Dana Bergulir
hasil kegiatan PNPM-MPd merupakan milik masyarakat yang diwakili Pemerintah
desa (Kepala Desa). Untuk itu Dana Bergulir tersebut, dibagi secara merata kepada seluruh
Desa dalam satu wilayah Kecamatan, dengan ketentuan bahwa pembagian yang
dimaksud hanya untuk keperluan pencatatan sebagai aset/milik Desa.
Dengan demikian, tidak ada pembagian dana secara fisik, atau tidak ada proses
transfer Dana dari rekening UPK ke Desa.
2.
Dana
Bergulir yang dicatatkan sebagai aset Desa, wajib diserahkan pengelolaannya
kepada Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) melalui Berita Acara oleh setiap Desa.
3.
Dalam
rangka pengembangan usaha antar Desa, Dana Bergulir dapat dijadikan modal untuk
pembentukan BUMDesa dan /atau BUM Desa antar Desa yang merupakan milik
Desa-Desa dalam satu wilayah Kecamatan.
Berdasarkan ketentuan
tersebut di atas proses transformasi UPK Dana Bergulir PNPM-MP, harus melalui
tahapan hibah, yaitu diawali Hibah dari UPK PNPM-MP kepada BKAD yang dituangkan
dalam Naskah Perjanjian Hibah, yang kemudian BKAD menghibahkan kembali kepada
Pemerintah Desa melalui mekanisme APB Desa, sesuai ketentuan yang diatur dalam
Pasal 17 dan Pasal 18 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Nomor 4 tahun 2014 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan
dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.
Hibah yang diberikan kepada Desa
kemudian menjadi penyertaan Modal untuk Pendirian Unit Usaha Bersama BUM Desa dalam
bentuk Perseroan Terbatas yang bergerak dibidang Lembaga Keuangan Mikro.
Satu-satunya lembaga Desa yang dapat memperoleh penyertaan modal dari
Pemerintah Desa hanya Badan Usaha Milik Desa, sehingga transformasi UPK Dana Bergulir
PNPM-MP lebih tepat jika berubah menjadi Unit Usaha Bersama BUM Desa.
Sebelum BUM Desa menyerahkan
modal yang bersumber dari Hibah Dana Bergulir PNPM-MP ke dalam Unit Usaha
Bersam BUM Desa, lebih dahulu dilakukan kesepakatan dalam forum Musyawarah
Antar Desa yang diselenggarakan oleh BKAD untuk membentuk Usaha Bersama BUM
Desa dalam wadah Badan Kerjasama Antar Desa di satu wilayah Kecamatan.
Berdasarkan kesepakatan
membentuk BUM Desa Bersama tersebut kemudian BKAD mendirikan Unit Usaha Bersama
BUM Desa dalam bentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas (PT) yang bergerak di
bidang Lembaga Keuangan Mikro. Komposisi pemegang saham dimiliki oleh BUM Desa
dalam satu wilayah Kecamatan dan BKAD sebagai wadah Kerjasama Antar Desa di
satu wilayah Kecamatan.
I.
Penutup
Berdasarkan Uraian tentang transformasi UPK Dana
Bergulir PNPM-MP dan Penataan Kelembagaan BKAD versi PNPM menuju BKAD versi UU
Desa, dapat ditarik simpulan:
1. BKAD
versi UU Desa sebagai satu-satunya wadah Kerjasama Antar Desa dalam satu
wilayah Kecamatan.
2. BKAD
versi UU Desa memiliki 2 (dua) bidang Pengelolaan yaitu Unit Kerja BKAD dan BUM
Desa Bersama yang dapat mendirikan Unit-Unit Usaha Bersama BUM Desa.
3. Unit
Kerja BKAD di tujukan untuk pengelolaan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang
tidak berorientasi pada keuntungan secara ekonomi, tetapi lebih kepada
pengelolaan Program Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
4. Unit
Usaha Bersama BUM Desa ditujukan untuk pengelolaan di bidang pengembangan usaha
Ekonomi perdesaan yang beorientasi keuntungan.
5. Transformasi
UPK Dana Bergulir PNPM-MP lebih tepat menjadi Unit Usaha Bersama BUM Desa dalam
wadah BKAD.
6. Transformasi
UPK Dana Bergulir PNPM-MP menuju Unit Usaha Bersama BUM Desa, didasarkan pada
pertimbangan yuridis untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan asas
legalitas bagi kelembagaan UPK Dana Bergulir PNPM-MP dan Pengelolanya.
7. Bentuk
badan hukum yang tepat bagi Unit Usaha Bersama BUM Desa Dana Bergulir PNPM-MP
adalah Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang Lembaga Keuangan Mikro.
Demikian makalah ini dibuat dengan
kerendahan hati dan kekurang pahaman yang mendalam, sehingga jauh dari
sempurna, untuk itu Penulis bersedia menerima saran dan kritik yang sifatnya
membangun dari para pembaca. Terimakasih atas atensi dan perhatian mudah-mudahan
bermanfaat bagi hadirin dan pembaca sekalian.
Kedungbanteng, 26 April 2015
Penulis
Arif
Indra Setyadi, SH, MKn.
Notaris & PPAT Kab. Banyumas
[1] Anom Surya Putra, Badan Usaha Milik Desa : Spirit Usaha Kolektif Desa, Cetakan
Pertama, Maret 2015, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Republik Indonesia, 2015, hlm. 38;
[2] Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 1 tahun 2015, tentang Pedoman Kewenangan
Berdasarkan Hak asal usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa, Pasal 1 angka 4;
utk syering lebih lanjut gmn pak,saya ketua bkad pak.di aceh
BalasHapusMantap Mas Arif, saya Ketua BKAD Kec Karangsambung Kab Kebumen melihat uraian diatas tentang kerjasama antar desa dan pelaksananya sd BUMDesa Bersama , bagus sekali!
BalasHapusMantap salam sukses selalu!
Pertanyaan besar kami, UPK masih ada tidak di kecamatan Kedungbanteng ???????
BalasHapusSmoga tidak menjadi masalah di kemudian hari..
Yang menerima dana Hibah saat program PNPM MPd adalah pemanfaat di kelompok
Makalah yg sangat memberikan pencerahan terhadap pelestarian dan pengembangan aset exs. Pnpm.
BalasHapusTetapi, permasalahan yg muncul adalah ketika lokasi program pnpm yg diberikan ke kecamatan terdiri atas desa dan kelurahan di satu wilayah kecamatan.
Mungkin mas arif bisa memberikan kami sebuah pandangan atau solusi bgm pengelolaan aset exs pnpm.
Karena kami ingin membuat bum desa bersama sebagai wadah pengelolaan dan pengembangan dana exs. Pnpm.