BUM DESA BERBADAN HUKUM ATAU TIDAK
Kajian Perspektif Hukum Perusahaan dan Perdata
Oleh : Arif Indra Setyadi
(Badan
Kerjasama Antar Desa /BKAD “SEMADYA” Kecamatan Kedungbanteng-Kabupaten
Banyumas)
Badan Usaha Milik Desa, adalah badan usaha yang seluruh
atau sebagian besar modalnya dimiliki
oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa
yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa, demikian diatur dalam Pasal 1 angka
2 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor
4 tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran
Badan Usaha Milik Desa.
Bum Desa (Badan Usaha Milik Desa), merupakan kelembagaan
Ekonomi Desa yang berperan sebagai satu-satunya kelembagaan yang
menyelenggarakan seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum
yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama antar-Desa, demikian yang diatur
dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Nomor 4 tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan,
dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.
1.
BUM Desa adalah
badan usaha (Pasal 2 Permendes No. 4/2015);
2.
Modal Bum Desa sebagian
atau keseluruhnya dimiliki oleh Desa;
3.
Modal yang
seluruh atau sebagian dimiliki oleh Desa dalam bentuk Penyertaaan Modal Desa
secara langsung yang berasal dari Kekayaan Desa yang dipisahkan;
4.
Modal awal atau
modal dasar BUM desa harus berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDES) (Pasal 17 ayat 1 Permendes No. 4 tahun 2015);
5.
Selain modal awal
terdapat modal BUM Desa yang terdiri dari Penyertaan Modal Desa melalaui
APBDesa dan Masyarakat Desa (Pasal 135 ayat 3 PP no 43 /2014);
6.
Modal yang
sebagian saja dimiliki oleh Desa maka dimungkinkan sebagian lainnya dimiliki
oleh masyarakat Desa berbentuk penyertaan modal (Pasal 135 ayat 3 PP no 43
/2014);
7.
Kekayaan BUM Desa
merupakan kekayaan Desa yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham (Pasal 135
ayat 2 PP no 43 /2014);
8.
Pendirian BUM Des
melalui Musyawarah Desa dan ditetapkan berdasarkan Peraturan Desa (Pasal 132 ayat
2 PP no 43 /2014);
9.
Organisasi BUM
Desa terpisah dari Organisasi Pemerintahan Desa, (Pasal 132 ayat 3 PP no 43
/2014);
10.
BUM Des dapat
mendirikat Unit-unit Usaha BUM Desa yang Berbadan Hukum (Pasal 7 ayat 1 Permendes No 4 tahun 2015);
11.
Unit Usaha BUM
Desa yang berbadan hukum, dalam bentuk Perseroan Terbatas yang sebagian besar
sahamnya dimiliki oleh BUM Desa dan sisanya dimiliki masyarakat Desa, serta
berbentuk Lembaga Keuangan Mikro (Pasal 7
ayat 2 Permendes No 4 tahun 2015);
12.
Bagi BUM Desa
yang tidak memiliki Unit Usaha BUM Desa yang berbadan hukum, bentuk organisasi
BUM Desa didasarkan pada Peraturan Desa tentang Pendirian BUM Desa, (Pasal 7 ayat 3 Permendes No 4 tahun 2015);
13.
Kerugian yang
dialami BUM Desa menjadi beban BUM Desa dan dalam hal BUM Desa tidak dapat
menutupi kerugian dengan aset dan kekayaan yang dimilikinya, dinyatakan rugi
melalui Musyawarah Desa, jadi tidak tunduk pada peraturan perundang-undangan
tentang Kepailitan (Pasal 27 Permendes No 4 tahun 2015).
BUM Desa sebagai badan usaha yang diatur dalam Pasal 2
Peraturan Menteri Des Nomor 4 tahun 2015, dalam pengertian hukum dagang
Indonesia adalah suatu organisasi yang mengombinasikan dan mengordinasikan
sumber sumber daya untuk tujuan memproduksi atau menghasilkan barang barang
atau jasa untuk dijual (Dominick Salvatore, 1989).
Pengertian lain yang dimaksud Badan Usaha adalah kesatuan yuridis dan
ekonomis dari faktor-faktor produksi yang bertujuan mencari laba atau memberi
layanan kepada masyarakat. Disebut kesatuan yuridis karena badan usaha umumnya
berbadan hukum. Disebut kesatuan ekonomis karena faktor-faktor produksi badan usaha
terdiri atas sumber daya alam, modal, dan tenaga kerja dikombinasikan untuk
mendapat laba atau member layanan kepada masyarakat (Rani Nuraeni, Universitas
Negeri Surabaya, 2013).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2010 tentang
Penggabungan atau Peleburan badan usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang
Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat, menjelaskan badan usaha adalah perusahaan atau bentuk usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, yang menjalankan suatu jenis
usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus dengan tujuan untuk memperoleh
laba.
Beberapa pengertian Badan Usaha di atas dapat dibedakan
pengertian Badan Usaha dengan Perusahaan. Badan usaha merupakan lembaga atau
wadah untuk melakukan usaha sedangkan Perusahaan adalah tempat dimana Badan
Usaha itu mengelola faktor-faktor produksi dan dapat pula disebut bahwa Badan
Usaha pusat organisasi sebagai kesatuan yuridis sedangkan perusahaan adalah
tempat menyelenggarakan proses produksi yang menghasilkan barang dan jasa.
Badan Usaha pada perspektif yuridis merupakan pusat
organisasi sebagai kesatuan yuridis dalam pengelolaan atau proses produksi yang
menghasilkan barang dan jasa, maka BUM Desa sebagai badan usaha hendaknya
dipahami sebagai pusat organsasi sebagai kesatuan yuridis. Beberapa ciri atau
syarat yang melekat pada BUM Desa yang merupakan suatu kesatuan yuridis,
hendaknya mencapai atau paling tidak mendekati cita hukum atau hukum yang
dicita-citakan (rechsidee) yaitu
tercapainya kepastian hukum, keadilan dan manfaat hukum.
Sistem hukum di Indonesia pada umumnya atau sistem hukum
perdata/dagang/perusahaan di Indonesia mengenal Badan Usaha dalam 2 kategori
yaitu : Badan Usaha yang berbadan hukum dan Badan usaha yang bukan berbadan
hukum. Badan Usaha yang berbadan hukum adalah subjek hukum yang diciptakan oleh
hukum itu sendiri (rechtperson),
sedangkan Badan Usaha yang bukan berbadan hukum sepenuhnya menjadi subjek hukum
orang per-orang (naturalijkperson).
Sistem hukum Perdata di Indonesia membagi subjek hukum
berupa badan hukum menjadi di kategori yaitu Badan Hukum Publik dan Badan Hukum
Privat serta Badan Hukum Campuran.
Badan Hukum Publik yaitu Badan Hukum yang sepenuhnya atau
keseluruhan dimiliki oleh lembaga publik atau pemerintah baik dari tingkat
Pusat sampai dengan Pemerintah Desa.
Badan Hukum Privat yaitu Badan Hukum diciptakan oleh
orang-perorangan melalui kesepakatan dalam perjanjian untuk membentuk subjek
hukum berupa badan hukum.
Badan Hukum Campuran yaitu badan hukum yang sebagian
dimiliki oleh lembaga Publik dan sebagian lagi dimiliki oleh orang-per-orang
melalui kesepakatan yang dituangkan baik dalam peraturan perundang-undangan dan
kesepakatan dalam perjanjian.
BUM Desa berdasarkan pada Pasal 135 ayat 3 Peraturan Pemerintah
nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksana Undang-Undang tentang Desa mengatur bahwa : Modal BUM Desa dapat
dimiliki oleh Pemerintah Desa dan Masyarakat Desa dalam bentuk Penyertaan
Modal.
Pokok kepemilikan BUM Desa adalah pada penyertaan modal
Pemerintah dan/atau Masyarakat Desa. Penyertaan Modal menurut definisi umum
adalah suatu usaha untuk memiliki perusahaan yang baru atau yang sudah
berjalan, dengan melakukan setoran modal ke perusahaan tersebut (Jefry Taek, https://www.scribd.com/doc/116801964/Penyertaan-modal-pdf).
Penyertaan Modal oleh Negara berdasarkan Pasal 1 angka 7 Peraturan
Pemerintah nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal
Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, mendefinisikan
Penyertaan Modal adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk
dijadikan sebagai modal BUMN dan/atau Perseroan Terbatas lainnya, dan dikelola
secara korporasi.
Penyertaan modal pemerintah pusat / daerah adalah pengalihan
kepemilikan barang milik negara/daerah yang semula merupakan kekayaan yang
tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai
modal/saham negara atau daerah pada badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.
Modal BUM Desa dalam bentuk Penyertaan Modal baik dari
Pemerintah Desa atau Masyarakat dipahami sebagai pemisahaan kekayaan untuk dijadikan
sebagai modal ke dalam BUM Desa. Pemisahan kekayaan secara yuridis atau hukum
perdata sebagai pengalihan kepemilikan, sehingga dapat dipahami bahwa
penyertaan modal oleh Pemerintah Desa sebagai perbuatan hukum untuk mengalihkan
kepemilikan kekayaan Desa ke dalam BUM Desa untuk dikelola oleh BUM Desa secara
korporasi dengan tujuan untuk memperoleh laba.
Analogi dari pemahaman di atas, BUM Desa sebagai Lembaga
atau badan usaha menerima kekayaan dalam bentuk modal atau aset dari Pemerintah
Desa dan/atau masyarakat Desa setempat. Dengan demikian BUM Desa secara
langsung memiliki aset atau kekayaan sebagai Badan Usaha.
Pola Penyertaan modal yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan tentang BUM Desa di atas, telah terjadi perbuatan hukum
yaitu perbuatan hukum publik yang dilakukan oleh Pemerintah Desa menuju pada
perbuatan hukum privat yang bertujuan pengalihan kepemilikan publik menjadi kepemiliki
privat oleh kelembagaan atau Badan Usaha BUM Desa.
Akibat hukum atau konsekuensi hukum terhadap peristiwa
hukum dan perbuatan hukum oleh Pemerintah Desa adalah beralihnya kepemilikan Kekayaan
Desa menjadi Kekayaan BUM Desa. Selanjutnya pada Pasal 132 ayat 3 Peraturan
Pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana Undang-undang
tentang Desa mengatur bahwa Organisasi BUM Desa terpisah dari Organisasi Pemerintahan
Desa. Ketentuan ini memberi pemahaman bahwa modal pemerintah Desa dalam bentuk
penyertaan modal ke dalam BUM Desa, pengelolaan terpisah dari Pemerintahan
Desa.
Pengeritan diatas dapat menarik pemahaman atau kesimpulan
bahwa BUM Desa sebagai subjek hukum berupa kelembagaan Badan Usaha tidak hanya
mengelola kekayaan Desa tetapi sekaligus sebagai pemilik dari kekayaan desa dalam
bentuk modal yang telah disertakan oleh Pemerintah Desa dan Masyarakat Desa,
sedangkan kepemilikan BUM Desa sebagai subjek hukum dimiliki oleh Pemerintah
Desa dan/atau masyarakat Desa.
Apabila kita merujuk pada salah satu komponen cita hukum
(rechtsidee) yaitu asas Kepastian Hukum,
bagaimana membuktikan bahwa BUM Desa memiliki aset atau kekayaan yang bersumber
dari penyertaan modal kekayaan desa dan/atau masyarakat desa dalam bentuk modal
BUM Desa, jika BUM Desa itu sendiri bukan merupakan Badan Hukum.
BUM Desa bukan sebagai Badan Hukum maka kepemilikannya secara
hukum formal harus disebutkan sebagai kempemilkan orang-per-orangan (naturalijkperson). Kondisi demikian
tentunya akan bertentangan dengan asas yang terkandung dalam peraturan
perundang-undangan tentang BUM Desa pada khususnya dan Undang-undang tentang
Desa.
Sebaliknya apabila BUM Desa berbadan Hukum maka
kepemilkan aset atau kekayaan BUM Desa dimiliki oleh Badan Hukum sebagai subjek
hukum (rechtperson), sedangkan
orang-per-orangan hanya sebatas sebagai organ badan Hukum atau pengelola Badan
Usaha. Hak milik (eigendom) aset dan
kekayaan BUM Desa tetap dimiliki oleh Pemerintah Desa dan/atau masyarakat Desa
dalam bentuk penyertaan modal.
Kemudian akan menjadi permasalahan hukum selanjutnya
apabila BUM Desa memiliki kekayaan atau aset berupa benda tetap tidak bergerak
(contoh : Tanah dan Bangunan) yang peralihan haknya harus dengan endosemen atau
dicatatkan dalam bukti kepemilikan. Jika BUM Desa bukan badan hukum maka tidak
dimungkinkan kempemilkan tersebut oleh BUM Desa tetapi harus atas nama
orang-per-orangan. Sebaliknya apabila BUM Desa berbadan Hukum maka kepemilikan
aset atau kekayaan yang dimaksud di atas dapat dimiliki atas nama Badan Hukum
BUM Desa, sebagai subjek hukum (rechtperson).
Demikian sekelumit wacana atau pokok pemikiran tentang
perlukah BUM Desa berbadan Hukum atau tidak. Semua saya kembalikan kepada para
pembaca untuk menentukan atau mengambil kebijaksanaan atau keputusan, dengan
harapan mempertimbangkan asas Kepastian Hukum, Keadilan dan Manfaat hukum, dan
tentunya menghidar dari perbuatan melawan hukum atau menjadi tindakan yang
dianggap merugikan keuangan publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar