Oleh
: ARIF INDRA SETYADI
(Ketua Badan
Kerjasama Antar Desa /BKAD Kecamatan Kedungbanteng)
I.
Latar
belakang
Pembangunan
(development), dapat di pahami dari
berbagai perspektif, namun demikian tujuan dari pembangunan bermuara pada
kesejahteraan sosial. Pembangunan memiliki pemahaman yang meliputi kepentingan
umum.
Pengertian
Pembangunan menurut Rogers adalah suatu proses perubahan sosial dengan partisipatori yang luas dalam suatu
masyarakat yang dimaksudkan untuk kemajuan sosial dan material (termasuk
bertambah besarnya kebebasan, keadilan dan kualitas lainnya yang dihargai)
untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh
terhadap lingkungan mereka.[1]
Pembangunan
membutuhkan partisipasi luas dari masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam
pembangunan, tergantung pada kesempatan yang diperoleh masyarakat dalam
berpartisipasi aktif atau bahkan turut serta dalam pengambilan kebijaksanaan
rencana pembangunan tersebut. Luasnya peran aktif masyarakat dalam
berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan pembangunan, sangat
tergantung pada kehendak politik (political
will) dari penguasa atau Negara dalam menentukan kebijaksanaan publik atau
kebijaksanaan politik dan pandangan politik yang digunakan.
Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut pada paham kenegaraan yang mendasarkan pada sikap politik yang demokratis. Politik demokratis ini mengamanatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Dengan demikian pembangunan yang diselenggarakannya pun harus melibatkan secara aktif partisipasi masyarakatnya. Masyarakat tidak sekedar sebagai tujuan dari pembangunan, tetapi lebih dari itu masyarakat haruslah ditempatkan sebagai subyek dalam penyelenggaraan pembangunan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pengambilan kebijaksanaan rencana pembangunan.
Keberadaan
Desa sebagai pemerintahan terbawah yang secara langsung dan representatif dari
kehidupan bernegara dan berbangsa bagi masyarakat dalam sistem pemerintahan
Indonesia, harus pula dapat menyelenggarakan pembangunan masyarakatnya secara
partisipatif. Desa tidak sekedar sebagai objek pembangunan tetapi lebih
daripada itu harus ditempatkan sebagai subjek dalam penyelenggaraan pembangunan
masyarakatnya.
Kelahiran
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, menempatkan Desa tidak sekedar
sebagai objek pembangunan tetapi telah merubah cara pandang Desa sebagai pelaku
atau subjek pembangunan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembangunan
Desa diartikan sebagai upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
Model
pembangunan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan,
mendeskritifkan tidak hanya pembangunan ekonomi semata tetapi lebih pada
pembangunan manusia sebagai pribadi dan sebagai makhluk sosial. Pembangunan
desa yang demikian menunjukan model pembangunan partisipatif. Pembangunan yang
tidak sekedar meningkatkan pertumbuhan ekonomi pembangunan dan pendapatan
nasional (GNP) serta terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat saja.
Pola
pembangunan partisipatif Desa, memfokuskan pada upaya meningkatkan kualitas manusia agar dapat
meningkatkan partisipasi secara nyata dalam berbagai aktifitas kehidupan untuk
mendorong terciptanya kegiatan produktif yang bernilai tinggi. Model pembangunan
ini mencoba mengembangkan rasa keefektifan politis yang akan mengubah penerima
pasif dan reaktif menjadi peserta aktif yang memberikan kontribusinya dalam
proses pembangunan, masyarakat yang aktif dan berkembang yang dapat turut serta
dalam memilih isu kemasyarakatan.[2]
Pola
pembangunan partisipatif yang diamanatkan dalam Undang-undang tentang Desa
merupakan representatif Kedualatan Desa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Kedaulatan Desa dalam pelaksanaan pembangunan didorong
sepenuhnya oleh Pemerintah Pusat dalam wujud :
1. Dana
Desa yang merupakan Alokasi anggaran untuk Desa yang bersumber dari Belanja
Pusat,
2. Bantuan
keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota,
3. Bagi
hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota, bagian dari dana
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota.
4. Hibah
dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga.
Keempat elemen
di atas merupakan pendapatan Desa sebagai sumber pembiayaan pembangunan
Partisipatif Desa. Dengan komposisi
pendapatan Desa ini, menempatkan Desa sebagai basis keuangan Negara. Desa
menjadi fokus dalam melaksanakan strategi pembangunan dari pinggiran, dengan
membangun Desa dan Daerah, sesuai Nawacita ketiga pemerintahan sekarang.
Pola
pembangunan partisipatif Desa dengan basis kedaulatan Desa, menjadi kesempatan
yang besar bagi masyarakat Desa untuk mengembangkan potensi sumber daya alam
dan sumber daya manusia, sehingga tujuan dari pembangunan partisipatif yaitu
meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan
masyarakat Desa dapat tercapai.
Dibutuhkan
setrategi untuk melaksanakan pola pembangunan partisipatif Desa dengan berbagai
elemen pendapatan Desa, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan partisipatif
yang pembiayaan bersumber dari alokasi dana Desa yang bersumber dari APBN (Dana
Desa). Salah satu strategi penggunaan dana desa dalam pelaksanaan pembangunan
partisipatif Desa yaitu dengan mengembangkan kelembagaan Desa dalam bentuk
Kelompok Kegiatan Masyarakat Desa (POKMASDES) dan Badan Usaha Milik Desa (BUM
Desa).
II. Kelompok Kegiatan Masyarakat Desa
(POKMADES)
Pembangunan
partisipatif sebagai model/pola pembangunan Desa yang diamanatkan dalam
Undang-Undang Desa, mengharuskan partisipasi aktif masyarakatnya dalam
menggali, mengembangkan dan turut serta merencanakan, melaksanakan serta
mengevaluasi pelaksanaan pembangunan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup
dan kehidupan serta bertujuan untuk mencapai kesejahteraan sosial masyarakat
Desa.
Pelaksanaan
pola/model pembangunan partisipatif Desa, dapat dimulai dengan merencanakan
pembentukan kelembagaan masyarakat yang menampung seluruh kegiatan dalam
kehidupan masyarakat desa, yaitu melalui Kelompok Kegiatan Masyarakat Desa
(POKMASDES), atau dengan isitilah lain Lembaga Keswadayaan Masyarakat desa (LKM
Desa).
POKMADES
sebagai lembaga yang berperan sebagai lembaga perencana, pelaksana dan
mengevaluasi kegiatan-kegiatan masyarakat dalam rangka berpartisipasi secara
akti dalam pembangunan Desa. Posisi POKMADES menjadi sangat penting karena
berkedudukan sebagai mitra strategis Pemerintah Desa dalam pelaksanaan
model/pola pembangunan partisipatif Desa. Dengan pola pembangunan partisipatif
Pemerintah Desa berperan sebagai fasilitator dan pengambil kebijaksanaan
pembangunan bersama-sama Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
POKMADES
memiliki sifat sosial kemasyarakatan artinya Kelembagaan ini dibentuk dengan
tujuan untuk melaksanakan bantuan keuangan Desa atau menerima bantuan hibah
dari Pemerintah Pusat maupun Daerah sesuai dengan Dokumen Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa)
dan APB Desa. POKMADES sebagai kelembagaan masyarakat Desa, tidak berorientasi
untuk mencari keuntungan secara ekonomi, melainkan sebagai lembaga yang
melaksanakan pembangunan partisipatif masyarakat Desa.
Sumber
pembiayaan POKMADES dalam melaksanakan pembangunan partisipatif ini adalah dari
Pendapat Desa berupa Alokasi Dana Desa yang bersumber dari APBN (Dana Desa) dan
penerimaan hibah dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang didasarkan pada usulan
POKMADES.
POKMADES
secara organisasi terpisah dari organisasi Pemerintah Desa, dengan Lembaga
tertinggi dalam pengambilan keputusan strategis dalam forum MUSYAWARAH DESA
(MUSDES). Dengan demikian pengurusan dalam organisasi POKMADES tidak berasal dari
Perangkat Desa, kecuali Kepala Desa yang berkedudukan sebagai Penasihat secara ex-oficio. Pelaksana atau organ POKMADES
dipilih dan ditetapkan dalam Musdes yang berasal dari masyarakat Desa yang
bersangkutan. Posisi Pengawas atau Dewan Pengawas POKMADES berasal dari Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) dan Tokoh Masyarakat atau Tokoh Agama yang dipilih
melalui musyawarah BPD.
Dasar
hukum pembentukan POKMADES, didasarkan pada berlakunya asas Subsidiaritas penetapan
kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk
kepentingan masyarakat Desa, sebagai bentuk kedaulatan Desa yang diamanatkan
dalam Pasal 3 huruf (a) Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa juncto Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri
Desa, Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi yang mengatur bahwa Kewenangan
lokal berskala Desa adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau mampu dan efektif
dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan Desa dan prakasa
masyarakat Desa.
Selain
dasar hukum tersebut di atas, Pembentukan Kelembagaan di tingkat Desa,
merupakan hak dari masyarakat Desa, hal mana diatur dalam Pasal 67 ayat 1 huruf
(b) Undang-Undang tentang Desa, yang mengatur bahwa salah satu hak Desa adalah
menetapkan dan mengelola kelembagaan Desa.
Struktur organisasi
meliputi Penasihat, Pengurus Harian dan Pengawas atau Dewan Pengawas. Pengurus
Harian secara langsung membawahi Bidang-Bidang Kegiatan yang merupakan
representasi kegiatan masyarakat Desa. secara Hirarki Struktur POKMASDES
sebagai berikut :
Bidang-bidang
kegiatan POKMADES meliputi seluruh aspek kegiatan masyarakat yang ada di Desa
yang bersangkutan. Tujuan dari penghimpunan bidang-bidang ini untuk menggali danmengembangkan
potensi masyarakat baik berupa sumber daya alam, maupun sumber daya manusia,
dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Contoh
bidang-bidang kegiatan dalam POKMADES sebagai berikut :
1. Bidang
Sarana, Prasarana dan infrastruktur;
2. Bidang
Pendidikan Masyarakat;
3. Bidang
Keagamaan;
4. Bidang
Pemberdayaan Kelompok Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Perkebunan;
5. Bidang
Pemberdayaan Perempuan dan Rumah Tangga;
6. Bidang
Kerajinan dan Industri Rumah Tangga;
7. Bidang
Olah Raga dan Kepemudaan;
8. Bidang
Seni dan Budaya Lokal;
9. Bidang
Ketertiban dan Keamanan.
Setiap
bidang kegiatan diketuai oleh seorang Ketua Bidang yang bertanggungjawab
terhadap pelaksanaan kegiatan dan dibantu oleh Sekretaris dan beranggotakan
masyarakat yang berkompeten dengan bidang kegiatan.
I.
Badan
Usaha Milik Desa (BUM Desa)
Satu-satu
kelembagaan Desa yang dapat menerima penyertaan modal dari Pemerintah Desa
melalui mekanisme APB Desa adalah Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). BUM Desa
merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang
dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
BUM
Desa disamping sebagai satu-satunya kelembagaan yang dapat menerima penyertaan
modal dari Pemerintah Desa, juga sebagai satu-satu lembaga yang menampung
seluruh kegiatan di bidang ekonomi atau pelayanan umum yang dikelola oleh Desa atau
kerjasama antar-Desa.
a. Dasar hukum BUM Desa
Keberadaan
BUM Desa sebagai Kelembagaan dalam sistem Pemerintahan Desa berdasarkan pada :
1) Pasal
87 s/d Pasal 90 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa;
2) Pasal
132 s/d 142 Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksana Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa;
3) Peraturan
Menteri Desa, Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi nomor 4 tahun 2015
tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan dan Pembubaran BUM Desa.
b. Tujuan pendirian BUM Desa
BUM
Desa sebagai satu-satu lembaga Desa yang menampung seluruh kegiatan di bidang
ekonomi, didirikan bertujuan untuk :
1) meningkatkan
perekonomian Desa;
2) mengoptimalkan
aset Desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat Desa;
3) meningkatkan
usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi Desa;
4) mengembangkan
rencana kerja sama usaha antar desa atau dengan pihak ketiga;
5) menciptakan
peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga;
6) membuka
lapangan kerja;
7) meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan
pemerataan ekonomi Desa; dan
8) meningkatkan
pendapatan masyarakat Desa dan PADes.
c. Pendirian BUM Desa
Pendirian
BUM Desa disepakati melalui Musyawarah Desa. Pokok bahasan yang dibicarakan
dalam Musyawarah Desa meliputi :
1) pendirian
BUM Desa sesuai dengan kondisi ekonomi dan sosial budaya masyarakat;
2) organisasi
pengelola BUM Desa;
3) modal
usaha BUM Desa; dan
4) Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa
Hasil kesepakatan Musyawarah Desa
menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk
menetapkan Peraturan Desa tentang Pendirian BUM Desa.
d. Bentuk Organisasi BUM Desa
BUM
Desa dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga Desa yang melakukan kegiatan
dibidang pengembangan ekonomi Desa, dengan mendirikan Unit-Unit Usaha yang berbadan Hukum. Unit usaha yang berbadan hukum
dapat berupa lembaga bisnis yang kepemilikan sahamnya berasal dari BUM Desa dan
masyarakat.
Bentuk
Badan Hukum unit usaha BUM Desa berupa Perseroan terbatas (PT), sebagai
persekutuan modal, dibentuk berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan
usaha dengan modal yang sebagian besar dimiliki oleh BUM Desa, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas.
Dalam
rangka melaksanakan Kerjasama Antar Desa di wilayah satu Kecamatan, BUM Desa dapat
membentuk Unit-Unit Usaha Bersama BUM Desa dalam wadah BKAD. Pembentukan
Unit-Unit usaha BUM Desa berdasarkan pada kesepakatan dalam forum Musyawarah
Antar Desa yang diwakili oleh Utusan Wakil Desa dari Badan Kerjasama Desa
(BKD).
e. Organisasi pengelola BUM Desa
Organisasi
pengelola BUM Desa terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa, artinya
pengelolaan BUM Desa tidak melibatkan organ Pemerintahan Desa dan kekayaan BUM
Desa terpisah dengan kekayaan Desa.
Susunan
pengurus organisasi pengelola BUM Desa terdiri dari:
1) Penasihat
2) Pelaksana
Operasional
3) Dewan
Pengawas
Kedudukan “Penasihat” dijabat
oleh Kepala Desa secara ex-officio,
artinya tidak diperlukan penetapan atau pengangkatan secara otomatis dijabat
oleh Kepala Desa sebagai kepala Pemerintah Desa.
Pelaksana Operasional merupakan
organ BUM Desa yang bertugas mengurus dan mengelola BUM Desa sesuai dengan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Pelaksana operasional BUM Desa
diatur berdasarkan Pasal 13 Peraturan
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4 tahun 2015
dan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah tangga yang dapat terdiri dari :
1) Direktur
Utama atau penyebutan lain General Manajer
2) Direktur
Operasional atau penyebytan lain Manajer Operasional
3) Direktur
Keuangan atau penyebutan lain Manajer Keuangan.
4) Kepala
Divisi Bidang Pengelolaan Unit Usaha
5) Kepala
Divisi Bidang Kerjasama BUM Desa Antar-Desa
6) Kepala
DIvisi Bidang Pengelolaan dan Pemantauan Unit-Unit Usaha Bersama BUM Desa.
Organ BUM Desa berupa Dewan
Pengawas sebagai organ yang bertugas pokok mewakili masyarakat Desa untuk
melakukan monitoring, evaluasi dan pemantauan tentang jalannya BUM Desa.
f. Modal BUM Desa
Permodalan
BUM Desa berupa penyertaan modal yang berupa pemisahan kekayaan Desa dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau sumber lain untuk dijadikan sebagai
modal BUM Desa dan dikelola secara korporasi. Penyertaan modal BUM Desa harus
melalui mekanisme APB Desa.
Modal
BUM Desa berdasarkan Pasal 17 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4 tahun 2015 terdiri dari :
1)
Penyertaan
Modal Desa
Penyertaan
modal Desa terdiri atas:
a) hibah
dari pihak swasta, lembaga sosial ekonomi kemasyarakatan, dan/atau Dana
Bergulir PNPM-MP serta lembaga donor yang disalurkan melalui mekanisme APB
Desa;
b) bantuan
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
yang disalurkan melalui mekanisme APB Desa;
c) kerjasama
usaha dari pihak swasta, lembaga sosial ekonomi kemasyarakatan dan/atau Dana
Bergulir PNPM-MP serta lembaga donor yang dipastikan sebagai kekayaan kolektif
Desa dan disalurkan melalui mekanisme APB Desa;
d) aset
Desa yang diserahkan kepada APB Desa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan tentang Aset Desa.
2)
Penyertaan
Modal Masyarakat
Penyertaan
Modal Masyarakat Desa yang berasal dari tabungan masyarakat dan atau simpanan
masyarakat.
g. Strategi Pengelolaan BUM Desa
Strategi pengelolaan
BUM Desa bersifat bertahap dengan mempertimbangkan perkembangan dari inovasi
yang dilakukan oleh BUM Desa, meliputi:
1) Penyertaan
modal pemerintah desa melalui APB Desa dengan memanfaatkan Dana Desa yang
bersumber dari APBN
2) Penyertaan
modal pemerintah desa melalui APB Desa dengan memanfaatkan hibah Dana Bergulir
Eks. PNPM – MP Kecamatan;
3) Pengembangan
kerjasama kemitraan strategis melalui kerjasama antar desa dalam wadah BKAD,
penyertaan modal BUM Desa dan/atau Unit Usaha BUM Desa dengan BKAD dalam Unit
Usaha Bersama BUM Desa, kerjasama dengan pihak swasta, organisasi
sosial-ekonomi kemasyarakatan, dan/atau lembaga donor
4) Pemanfaatan
dan pengembangan potensi Desa di wilayah Kecamatan dengan pola kerjasama antar
Desa melalui usaha bersama dengan cara penyertaan modal bersama Dana Desa yang
bersumber dari APBN;
5) Melakukan
diversifikasi usaha BUM Desa melalui Badan Kerjasama BUM Desa Antar-Desa di
wilayah Kecamatan dengan membentuk Badan Hukum Unit Usaha Bersama BUM Desa,
yang melakukan usaha dan/atau bisnis keuangan (financial business) melalui pembentukan Lembaga Keuangan Mikro dan
usaha bersama (holding).
6) Melakukan
langkah-langkah strategis dalam pengelolaan BUM Desa secara profesional dan
berkelanjutan
h. Prinsip Pengelolaan Keuangan BUM
Desa
Prinsip
pengelolaan keuangan BUM Desa didasarkan pada :
a. Satu-satunya
Kelembagaan milik Desa yang dapat menerima penyertaan Modal dari Pemerintahan Desa
melalui mekanisme Musyawarah Desa dan APB Desa;
b. Hasil
Usaha BUM Desa di gunakan pembangunan Desa, pemberdayaan masyarakat Desa, dan
pemberian bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan
kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam APB Desa.;
c. Status
hubungan kelembagaan antara BUM Desa adalah sebagai pendiri Unit Usaha BUM Desa
yang permodalannya bersumber dari penyertaan modal Desa dan masyarakat Desa;
Berdasarkan
dasar pertimbangan yang diatur, maka prinsip pengelolaan keuangan BUM Desa dan
Unit-Unit Usaha BUM Desa, merupakan
tugas, kewenangan dan tanggungjawab BUM Desa;
i. Tata Kelola Keuangan BUM Desa
Dalam
tata kelola keuangan BUM Desa, berperan sebagai kordinator terhadap pengelolaan
keuangan pada usaha yang dilakukan oleh Unit-Unit Usaha BUM Desa.
Peran
BUM Desa sebagai kordinator pengelolaan keuangan dilakukan dengan memberikan
hak otonomi dan kewenangan kepada Unit-Unit Usaha BUM Desa, sesuai dengan
Rencana Anggaran dan Belanja BUM Desa yang
sebelumnya telah dimusyawarahkan bersama dan telah mendapat persetujuan
dalam forum Musyawarah Desa;
Rencana
Anggaran dan Belanja BUM Desa selanjutnya diatur dalam Peraturan BUM Desa dan
digunakan sebagai dasar hukum pemberian hak otonomi dan kewenangan Unit-Unit
Usaha BUM Desa untuk melaksanakan pengelolaan keuangan;
Tata
Kelola keuangan BUM desa diatur lebih lanjut dalam Peraturan BUM Desa berupa
standar operasional prosedur tentang Tata Kelola Keuangan
j. Tata Kelola Keuangan Kerjasama
BUM Desa Antar Desa
Pengelolaan
keuangan dalam kerjasama BUM Desa Antar Desa dalam satu wilyah Kecamatan,
diserahkan sepenuhnya kepada Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) yang dituangkan
dalam Peraturan Bersama Kepala Desa tentang Kerjasama Antar Desa dan disepakati
dalam Musyawarah Antar Desa di Kecamatan.
Pengelolaan
keuangan dalam kerjasama BUM Desa Antar Desa dalam satu wilyah Kecamatan
melalui penyertaan modal oleh BUM Desa. Penyertaan modal BUM Desa dalam Unit
Usaha Bersama BUM Desa yang dikelolala oleh BKAD diusulkan oleh Direktur Utama
BUM Desa yang sebelumnya telah diadakan rapat kerja dan/atau rapat kordinasi
dengan Pengurus BUM Desa.
Penyertaan
modal BUM Desa dalam Unit Usaha Bersama BUM Desa, harus melalui kesepakatan
dalam Musyawarah Desa dengan agenda khusus penyertaan modal BUM Desa kepada
Unit Usaha Bersama BUM Desa dalam satu
wilayah Kecamatan.
Modal
BUM Desa dalam Unit Usaha Bersama BUM Desa di satu wilayah Kecamatan
Kedungbanteng dapat bersumber dari Penyertaan Modal Desa, Masyarakat Desa, Dana
Perguliran Unit Pengelolaan Kegiatan Eks. PNPM – MP melalui hibah, Hibah Pihak
Ketiga yang tidak mengikat, Bantuan Pemerintah, Pemerintah Daerah, yang lebih
dahului masuk dalam pencatatan keuangan BUM Desa.
k. Status Hukum BUM DESA
BUM
Desa sebagai satu-satunya wadah Kelembagaan milik Desa yang dapat menerima
penyertaan Modal dari Pemerintahan Desa melalui mekanisme Musyawarah Desa dan
APB Desa yang dimaksudkan sebagai upaya menampung seluruh kegiatan di bidang
ekonomi atau pelayanan umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama
antar-Desa harus memiliki status hukum yang memenuhi asas legalitas, asas kepastian
hukum.
BUM
Desa untuk memiliki status hukum maka Anggaran Dasar BUM Desa harus
dilegalisasi oleh Notaris dan didaftarkan pada Kantor Kepaniteraan Pengadilan
Negeri Purwokerto. Bentuk BUM Desa adalah Perusahaan Desa atau diseingkat
(PERUSDES).
BUM
Desa dapat mendirikan Unit-Unit Usaha BUM Desa dan/atau melakukan kerjasama BUM
Desa Antar Desa melalui wadah Badan Kerjasama Antar Desa dengan membentuk
Unit-Unit Usaha Bersama BUM Desa di satu wilayah Kecamatan dan dapat berbentuk
Badan Hukum atau Bukan Badan Hukum.
Penentuan
status Hukum BUM Desa dan Unit-Unit Usaha BUM Desa dan Unit-Unit Usaha Bersama
BUM Desa yang berbadan hukum dan/atau bukan berbadan hukum harus tidak merubah
atau mengesampingan asas dan prinsip BUM Desa yang diatur dalam
Perundang-undangan.
l. Alokasi Hasil Usaha BUM Desa
Hasil
usaha BUM Desa merupakan pendapatan yang diperoleh dari hasil transaksi
dikurangi dengan pengeluaran biaya dan kewajiban pada pihak lain, serta
penyusutan atas barang-barang inventaris dalam 1 (satu) tahun buku. Hasil
usaha, menjadi Pendapatan Asli Desa dan tercantum dalam dokumen keuangan APB
Desa.-
Pembagian
hasil dari usaha BUM Desa ditetapkan dalam ketentuan yang diatur dalam Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa, dan/atau Unit Usaha BUM Desa yang
berbadan hukum dan/atau kesepakatan dalam Kerjasama BUM Desa Antar-Desa
dan/atau Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Unit-Unit Usaha Bersama BUM
Desa Antar-Desa. Alokasi pembagian hasil usaha dapat dikelola melalui sistem
Standar Akuntansi Indonesia.
II.
Penutup
Pembentukan
Kelompok Kegiatan Masyarakat Desa (POKMASDES) dan Badan Usaha Milik Desa (BUM
Desa), sebagai kelembagaan Desa yang berfungsi sebagai mitra strategis
Pemerintahan Desa dalam rangka melaksanakan Model Pembangunan Partisipatif yang
diamanatkan dalam Undang-Undang tentang Desa.
POKMADES
sebagai mitra strategis Pemerintah Desa memiliki sifat sosial kemasyarakatan,
artinya POKMASDES lebih menggantungkan kegiatan operasionalnya pada kegiatan
pembangunan partisipatif yang telah dituangkan dalam RPJM Desa, RKP Desa dan
APB Desa dan Hibah dari Pemerintah, Pemerintah Daerah atau pihak ketiga.
BUM
Desa sebagai mitra strategis Pemerintah Desa memiliki sifat Berorientasi pada
Keuntungan, merupakan kelembagaaan bisnis ynag bersifat kolektif. BUM Desa
didirikan dalam upaya menampung seluruh kegiatan ekonomi dan pelayanan umum di
Desa. BUM Desa berkedudukan sebagai satu-satunya lembaga Desa yang dapat
menerima PENYERTAAN MODAL dari pemerintah Desa.
BUM
Desa berkedudukan sebagai grup usaha dengan membentuk unit-unit usaha BUM Desa,
yang melakukan secara langsung kegiatan-kegiatan usahanya. BUM Desa merupakan
PERUSDES (Perusahaan Desa) yang organisasinya terpisah dengan Pemerintah Desa.
BUM Desa kepemilikannya tidak terbagi atas saham dan dapat berbadan hukum atau
tidak berbadan hukum.
Demikian makalah ini dibuat
dengan kerendahan hati dan kekurang pahaman yang mendalam, sehingga jauh dari
sempurna, untuk itu Penulis bersedia menerima saran dan kritik yang sifatnya
membangun dari para pembaca. Terimakasih atas atensi dan perhatian
mudah-mudahan bermanfaat bagi hadirin dan pembaca sekalian.
Kedungbanteng, 02 Nopember 2015
Penulis
Arif
Indra Setyadi, SH, MKn.
Notaris & PPAT Kab. Banyumas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar